bagaimana menurutmu terhadap blog ini?

Sunday, February 9, 2020

Resiko Jadi Mahasiswa Bimbingan dan Konseling.

Resiko Jadi Mahasiswa Bimbingan dan Konseling.




Mengambil jurusan Bimbingan dan Konseling sebenarnya bukanlah pilihanku dari awal, aku memutuskan untuk mengambil jurusan Bimbingan dan Konseling hanya karena keinginan Ibuku pada waktu itu, meskipun terasa berat tetapi baru-baru ini hatiku sedikit mulai sedikit mencoba untuk menerima apa yang telah aku jalani selama ini menjadi  mahasiswa Bimbingan dan Konseling.

Saya ingin menceritakan cerita ini, yaitu dimana banyak  orang-orang disekelilingku yang beranggapan bahwa menjadi mahasiswa yang berasal dari jurusan Bimbingan dan Konseling itu berarti aku harus mampu menyelesaikan, mengentaskan, mengatasi masalahku sendiri. Sehingga sebuah tangisan, amarah, ketegangan, emosi negatif yang keluar dari diriku itu haram hukumnya, karena mereka berpikir aku mahasiswa Bimbingan dan Konseling, sehingga seharusnya aku harus mampu mengontrol dan mengendalikan emosi negatif yang keluar dari diriku ini.

Padahal, sejatinya menangis, sedih, kecewa, galau, bingung, adalah fitrah manusia. Manusia dibebaskan untuk mengeluarkan apa yang terasa dihati, bukan karena mentang-mentang karena aku mahasiswa BK hatiku harus kuat seperti karang di lautan, atau aku tidak boleh menangis, tidak boleh mencurahkan apa yang aku rasakan. Oleh karena hal itulah banyak teman-temanku  dari jurusan BK berkata “aku bisa membantu memecahkan masalah temanku, tapi aku tidak bisa menolong diriku sendiri” miris bukan?

Oleh karena itulah, bagi anda yang memiliki teman yang berjurusan Bimbingan dan Konseling stop untuk selalu bilang “Tapi kamu anak BK, masa masalah seperti ini aja kamu sedih”, “Jangan menangis, kamu kan anak BK, masa masalah gini aja nangis”, “Tapi kamu anak BK, masa hal ini saja kamu tidak bisa mengatasinya”, “Terserah kamu, kamu kan anak BK”. Stop untuk seolah-olah mahasiswa dari jurusan BK mampu mengatasi sendiri masalahnya seolah-olah anak BK adalah orang yang pakar dalam mengetaskan masalahnya sendrian.

Memandang mahasiswa BK adalah pakar dari masalah dan akhirnya tidak perduli dengan masalah yang sedang dihadapinya adalah suatu keegoisan. Ketika seseorang meminta bantuan atau solusi kepada mahasiswa BK, tetapi mengapa anak BK tidak boleh meminta solusi kepada yang lain? dan dibiarkan sendirian karena yang lain beranggapan bahwa anak BK mampu mengentaskan masalahnya sendiri, kehidupan macam apa ini. Ini ibaratnya seperti dokter yang sakit dan tidak ada orang lain yang mau merawatnya, karena orang disekelilingnya bilang “Kamu kan dokter, kamu pasti bisa mengobati dirimu sendiri”.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Menjalani kehidupan yang awalnya tidak aku impikan, lalu aku harus dibiarkan sendiri bertanggung jawab atas pilihan oranglain, tentu saja bukanlah suatu hal yang menyenangkan. Oleh karena itu, menjadi mahasiswa BK ditambah lagi tuntutan lain yang sifatnya sosial cukup menguras otak dan hati.

Meskipun BK bukan impian bagiku, banyak sekali hal yang bisa aku ambil dari jurusan ini, seperti bagaimana aku mengontrol emosiku, menjadi dewasa dengan cara yang elegan, mengerti perasaan oranglain, dan menghormati diriku sendiri sebagai manusia yang juga harus dimuliakan.
Cerita ini hanya untuk menceritakan jangan mengangap perasaan seseorang itu remeh, sehingga kita juga meremehkan dia, padahal dia juga butuh pertolongan, setidaknya butuh untuk didengar.


Salam.

3 comments:

  1. Good start kak Yan. Semangat berkarya kak. Terharu bacanya 🤗

    ReplyDelete
    Replies
    1. Thank you so much Yola.. Thank you for reading my simple story 😊💖

      Delete