bagaimana menurutmu terhadap blog ini?

Sunday, October 7, 2018

Sebuah Perjalanan atau Pelajaran?



Sebuah Perjalanan atau Pelajaran?

(Edisi Puisi)
by: Dian Montanesa


Ketika mata tak henti mencari,
Ketika langkah tak ingin berhenti,
Ketika hati selalu ingin pergi,

Ketika rasa penasaran, mengalahkan rasa untuk tinggal,
Akhirnya sebuah perjalanan dipilih,
Walaupun belum tentu berakhir bahagia,
Setidaknya perjalanan akan mengajarkan banyak hal,

Melalui perjalanan aku melihat banyak hal,
Aku melihat pemandangan yang sebelumnya belum pernah kulihat,

Melalui perjalanan aku menemukan banyak hal,
Aku bertemu banyak orang yang tak sama denganku,

Melalui perjalanan aku mempelajari arti pertolongan,
Aku tahu Siapa yang selalu menolongku, dan siapa yang mudah mencampakkanku,

Melalui perjalanan aku tahu banyak hal,
Aku tahu lebih hati-hati memilih makanan, mana yang pantas dimakan mana yang tidak,

Melalui perjalanan aku menempuh jalan yang lebih panjang,
Aku tahu rasanya tersesat, rasanya sendiri, rasanya tersiksa, dan rasanya sepi,

Melalui perjalanan aku menemukan diriku,
Aku tahu bagaimana rasanya sendiri, ditengah keramaian,

Melalui perjalanan aku mengikhlaskan banyak hal,
Aku tahu tak semua pengorbanan dibalas pengertian, terkadang dibalas cacian,

Melalui perjalanan aku merasakan banyak hal,
Aku merasa sedih, sepi, bahagia, senang, kecewa, dan puas diwaktu yang sama.

Melalui perjalanan aku paham akan banyak hal,
aku jadi paham mana tempat yang menerimaku, dan mana tempat yang menolakku,

Melalui sebuah perjalanan, aku tahu mana yang boleh dilakukan mana yang tidak boleh,
Melalui sebuah perjalanan, aku belajar cara memperlakukan orang lain dengan baik,
Melalui sebuah perjalanan, aku sadar, hatiku lebih kuat daripada kakiku,
Melalui sebuah perjalanan, aku paham, tidak semua orang itu baik,
Melalui sebuah perjalanan, aku paham, tidak semua orang itu jahat,
Melalui sebuah perjalanan, aku paham, tidak mudah percaya adalah sikap yang bijak
Melalui sebuah perjalanan, aku tahu, tidak semua orang menyukaiku
Melalui sebuah perjalanan, aku tahu, tidak semua orang membenciku
Melalui sebuah perjalanan, aku tahu mana yang harus disimpan, dan mana yang harus diikhlaskan
Melalui sebuah perjalanan, pada akhirnya akan selalu ada harapan untuk mencapai jalan pulang,

Melalui sebuh perjalanan, aku tahu, tak selamanya perjalanan berujung bahagia, terkadang perjalanan hanya menyisakan satu harta yaitu pelajaran, yang bisa dibawa mati.
Catatan: untuk semua manusia diluar sana yang suka melakukan sebuah perjalanan, jangan terlalu banyak berharap atas perjalananmu, diakhir perlajanan, kau hanya perlu duduk sendiri, mengevaluasi perjalananmu dan mengambil pelajaran untuk engkau simpan di hati dan engkau ceritakan kepada para penempuh perjalanan yang pantas mendengar ceritamu sebagai sebuah makna pelajaran nan berharga, karena tak semua orang butuh ceritamu terkadang mereka hanya penasaran bagaimana ending dari perjalanamu yang terkadang tak berujung senyum.


Friday, October 5, 2018

Keluarga Kecil Dari Tiongkok


Keluarga Kecil Dari Tiongkok

Ini merupakan cerita ku beberapa hari yang lalu ketika aku satu penerbangan dengan sebuah keluarga dari Tiongkok. Penerbangan dari Bali menuju Jakarta memang banyak berisikan penumpang turis dari mancanegara yang biasanya baru saja pulang berlibur. Kebetulan pada hari itu  di atas pesawat aku duduk tepat di belakang kursi satu keluarga berasal dari negara Cina terdiri dari Ayah, Ibu, dan seorang Anak laki-laki. Aku tahu ini adalah keluarga berasal dari Cina karena perbincangan mereka mengingatkan ku beberapa waktu yang lalu ketika bulan Juni 2017 aku dan bersama teman-temanku melakukan program short course di sana, sehingga aku tahu aksen bicara mereka berasal dari Cina. 

Aku suka dengan negara Tiongkok karena dahulunya aku pernah membaca buku karangan Agustinus Wibowo yang berjudul Titik Nol. Di dalam buku tersebut menceritakan  seorang anak muda yang terlahir dan besar di Indonesia dan keturunan Tiongkok dan akhirnya melanjutkan S1 di Tiongkok dan melakukan perjalanan ala backpacker  mulai dari Cina lalu melintasi negara Timur Tengah. Aku suka dengan cerita di dalam buku tersebut karena membuat imajinasi ku melayang ke daerah mempesona tetapi terkepung perang di  negara-negara Asia Tengah.

Selanjutnya, Aku suka Cina karena peradabannya yang maju dan diharapkan bisa menjadi contoh, bahkan nabi Muhammad SAW berkata “Tuntunlah ilmu sampai ke negeri Cina”.

Aku ingin menceritakan betapa terpesona nya aku dengan seorang bocah laki-laki berusia kira-kira 4 tahun yang duduk tepat di depan kursi ku. Sepanjang perjalanan aku memperhatikan sikapnya sembari tertawa-tertawa sendiri melihat tingkah-nya yang lucu, penasaran dan imut.

Selama perjalanan dari Bali menuju Jakarta kami melewati banyak pulau, selat, teluk, pegunungan, perbukitan yang sangat cantik apabila dilihat dari atas pesawat, khatulistiwa terlihat begitu indah. Memang kebiasaanku apabila check in memilih kursi yang paling tepi di samping jendela, karena selama perjalanan aku tidak mau tidur, aku mau melihat alam Indonesia nan mempesona dari atas pesawat yang terbang kira-kira setinggi 28.000 kaki.

Selama perjalanan bocah cilik keturunan Tiongkok yang duduk di depan aku juga duduk di tepi jendela. Ibunya duduk di tengah, dan si Ayah duduk di lorong, selama perjalanan si Ibu terlihat capek hingga ia terlelap di atas meja yang terbuka, Ayah hanya mengawai sisi anak sembari si anak selalu memberitahu Ibunya ketika ada suatu hal yang membuat ia terpesona dari atas pesawat ketika melihat sesuatu di bawah yang menarik perhatiannya.

Dari awal keberangkatan hingga akhir perjalanan si Anak tidak henti-hentinya terpesona, terkadang ia menepuk punggung Ibunya yang sedang terlelap dan  memberi tahu Ibunya “Lihatlah keluar Ibu, itu ada pulau kecil, pulau apa itu namanya? Ibu coba lihat awannya indah sekali, Ibu itu ada Gunung, Gunung apa namanya?” aku rasa arti ucapan anak tersebut, meskipun dalam bahasa Cina yang sebenarnya aku tidak mengerti, tapi aku rasa itulah arti perkataan si Anak yang tak henti-henti terkagum melihat Indonesia dari atas awan.

Sang ayah selalu menunjukkan kebahagiaan anak dengan mengangguk angguk membalas percakapan si Anak yang satu arah saja sembari memberikan anak laki-laki itu biskuit. Semakin aduhai kenikmatan si bocah tersebut, karena ia melihat keindahan Indonesia sembari memakan biskuit coklat yang remah-rempahnya berserakan ke mana-mana.

Si Ayah tak menghardik anak untuk tenang dan diam selama perjalanan, si Ayah membiarkan anaknya mengekspresikan apa yang ia rasakan dan apa yang ia lihat. Sama dengan si Ibu yang terlihat kurang sehat hanya diam dan menutup mata dan memberikan kebebasan kepada anaknya untuk mengobservasi pesona Indonesia.

Aku rasa suatu hari kelak si Anak akan menjadi traveler sejati, hahahha itu menurutku karena si anak begitu takjub dengan melihat Indonesia dari atas dan rasa ingin tahu nya yang tinggi. Begitu juga denganku, aku tak bosan-bosan melihat pulau Indonesia dari atas sembari menebak aku sudah dimana yaa, “hmmm sepertinya di bawah itu sekarang ini aku di Banyuwangi, oh itu ada pantai, sepertinya pantai itu berada di bagian utara pulau Jawa, apa saja ya kota yang berada di bagian Utara Pulau Jawa, waah ada gunung , itu gunung apa ya? Hmmm mungkin Gunung Bromo, wah ada danau, itu Danau dimana ya??”.

Semua percakapan atas sebuah penasaran juga hanya ku-ucapkan dalam hati sembari berimajinasi seandainya aku bisa berbahasa Cina ingin rasanya aku berdialog dengan bocah cilik ini tentang rasa penasaranku dan rasa penasarannya.



Si bocah cilik ini terlihat begitu senang menikmati perjalanan dari Bali menuju Jakarta, tak sedetikpun dia terlelap, tetapi terkadang ia menutup kaca jendelanya lalu membuka kembali lalu memukul mukul kaca seolah-olah tangannya ingin menyentuh awan, oh so sweet sekali ku berbisik dalam hati.

Ketika pesawat mendarat kenikmatan mataku dan mata bocah cilik menelurusi Bali hingga Jakarta pun berakhir, kami sudah puas melihat alam ini.
Si Anak, Ayah dan Ibu berlalu begitu cepat ketika pesawat mendarat, padahal aku ingin menyapa mereka dengan bahasa Cina “nihao” ya setidaknya itu saja yang aku ingat kata sapaan dalam bahasa Cina.

Sampai jumpa, semoga suatu hari nanti aku bisa menjelajah di Cina lagi di negerimu yang terlalu besar untuk dikunjungi dalam sekali kunjungan saja, aku berharap aku bisa kesana lagi. See you Negara Tirai Bambu J 

Wednesday, October 3, 2018

Para Penembus Garis Batas

Para Penembus Garis Batas.
Para penembus garis batas tak memperhatikan merek jam tangan apa yang kamu pakai.
Para penmbus garis batas tak menilai merek baju apa atau tas apa yang kamu pakai
Para penembus garis batas tak memperdulikan berapa penghasilanmu berpulan.
Para penembus garis batas tak mempermasalahkan apa pekerjaan orangtuamu.
Para penembus garis batas hanya menilai bagaimana cara engkau menghargai orang lain.

Mengapa dunia kita dikotak-kotakkan?
Kenapa harus ada sebuah batasan?
Kenapa setiap wilayah dibatasi?
Kenapa beda pemimpin? Beda kekuasaan? Beda peraturan? Beda batasan?
Tidak bisakah manusia saling membaur saja?
Mendobrak batas-batas tersebut?
Menerjang batas batas tersebut?
Menembus batas-batas tersebut?
Mengapa kita hidup berkoloni sesuai dengan kemiripan dan kesamaan saja?
Mengapa kita hidup terkotak-kotakkan?
Tidak bisakah kita memiliki teman yang beragam?

Cobalah lihat di zona nyamanmu, engkau lihat ke arah kiri, lihat ke arah kanan, lihat kedepan, kulihat di belakang, oh wanita itu sama denganku, dari semua aspek, kulitnya cokelat, tingginya setara, agamanya sama, budayanya, bahasanya sama, oh zona nyaman begitu membosankan.
Kini ku coba dobrak batas batas tersebut, ku lintasi beratus-ratus kilometer untuk mendobrak “garis batas” kini kulihat kanan, kiri, depan, belakang, oh semua temanku tidak lagi mirip denganku, kulihat kedepan oh rambutnya pirang, kulihat kesamping oh kulitnya putih langsat, kuliha kita bergam, kita berbeda, kita bahagia, kita saling belajar, dan yang terpenting kita manusia.

Manusia tidak harus dikotak-kotakkan sesuai kemiripan tubuhnya,
Mengapa begitu sulit bagi manusia untuk mendobrak garis batas? Mengapa terlalu banyak yang takut unutk melewati garis batas tersebut? Bukankah kita sebaiknya membaur dan membawa nilai yang telah ditanam didalam diri masing-masing agar meskipun berbeda kita tetap tahu batasan?

Tak perlu cemas ketika melewati garis batas tersebut,
Yang perlu dicemaskan adalah ketika terus menerus merasa benar didalam kotak keegoisan dan tidak mau melihat bagaimana nasib orang lain yang terkotak-kotakkan diujung sana.