Resiko Jadi Mahasiswa Bimbingan dan Konseling.
Mengambil jurusan Bimbingan dan Konseling sebenarnya bukanlah
pilihanku dari awal, aku memutuskan untuk mengambil jurusan Bimbingan dan Konseling
hanya karena keinginan Ibuku pada waktu itu, meskipun terasa berat tetapi
baru-baru ini hatiku sedikit mulai sedikit mencoba untuk menerima apa yang
telah aku jalani selama ini menjadi mahasiswa Bimbingan dan Konseling.
Saya ingin menceritakan cerita ini, yaitu dimana banyak orang-orang disekelilingku yang beranggapan
bahwa menjadi mahasiswa yang berasal dari jurusan Bimbingan dan Konseling itu
berarti aku harus mampu menyelesaikan, mengentaskan, mengatasi masalahku
sendiri. Sehingga sebuah tangisan, amarah, ketegangan, emosi negatif yang keluar
dari diriku itu haram hukumnya, karena mereka berpikir aku mahasiswa Bimbingan
dan Konseling, sehingga seharusnya aku harus mampu mengontrol dan mengendalikan
emosi negatif yang keluar dari diriku ini.
Padahal, sejatinya menangis, sedih, kecewa, galau, bingung,
adalah fitrah manusia. Manusia dibebaskan untuk mengeluarkan apa yang terasa
dihati, bukan karena mentang-mentang karena aku mahasiswa BK hatiku harus kuat
seperti karang di lautan, atau aku tidak boleh menangis, tidak boleh
mencurahkan apa yang aku rasakan. Oleh karena hal itulah banyak teman-temanku dari jurusan BK berkata “aku bisa membantu
memecahkan masalah temanku, tapi aku tidak bisa menolong diriku sendiri” miris
bukan?
Oleh karena itulah, bagi anda yang memiliki teman yang
berjurusan Bimbingan dan Konseling stop
untuk selalu bilang “Tapi kamu anak BK, masa masalah seperti ini aja kamu
sedih”, “Jangan menangis, kamu kan anak BK, masa masalah gini aja nangis”, “Tapi
kamu anak BK, masa hal ini saja kamu tidak bisa mengatasinya”, “Terserah kamu,
kamu kan anak BK”. Stop untuk
seolah-olah mahasiswa dari jurusan BK mampu mengatasi sendiri masalahnya seolah-olah
anak BK adalah orang yang pakar dalam mengetaskan masalahnya sendrian.
Memandang mahasiswa BK adalah pakar dari masalah dan akhirnya
tidak perduli dengan masalah yang sedang dihadapinya adalah suatu keegoisan.
Ketika seseorang meminta bantuan atau solusi kepada mahasiswa BK, tetapi
mengapa anak BK tidak boleh meminta solusi kepada yang lain? dan dibiarkan
sendirian karena yang lain beranggapan bahwa anak BK mampu mengentaskan
masalahnya sendiri, kehidupan macam apa ini. Ini ibaratnya seperti dokter yang
sakit dan tidak ada orang lain yang mau merawatnya, karena orang
disekelilingnya bilang “Kamu kan dokter, kamu pasti bisa mengobati dirimu
sendiri”.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Menjalani kehidupan yang awalnya tidak aku impikan, lalu aku
harus dibiarkan sendiri bertanggung jawab atas pilihan oranglain, tentu saja
bukanlah suatu hal yang menyenangkan. Oleh karena itu, menjadi mahasiswa BK ditambah
lagi tuntutan lain yang sifatnya sosial cukup menguras otak dan hati.
Meskipun BK bukan impian bagiku, banyak sekali hal yang bisa
aku ambil dari jurusan ini, seperti bagaimana aku mengontrol emosiku, menjadi
dewasa dengan cara yang elegan, mengerti perasaan oranglain, dan menghormati
diriku sendiri sebagai manusia yang juga harus dimuliakan.
Cerita ini hanya untuk menceritakan jangan mengangap perasaan
seseorang itu remeh, sehingga kita juga meremehkan dia, padahal dia juga butuh
pertolongan, setidaknya butuh untuk didengar.
Salam.
Good start kak Yan. Semangat berkarya kak. Terharu bacanya 🤗
ReplyDeleteThank you so much Yola.. Thank you for reading my simple story 😊💖
DeleteGood.. inspiratif
ReplyDelete