Agar Engkau Mudah Dikenali Part 2
Hello teman-teman semuanya,
mungkin udah pernah baca blog saya sebelumnya yang berjudul “Agar Engkau Mudah Dikenal Part 1”, nah kali
ini saya ingin menuliskan sebuah pengalamanku yang berjudul sama dengan cerita
yang berbeda.
Untuk 6 bulan kedepan, mulai
bulan Januari 2018-Juni 2018 saya akan menetap sementara di Bali untuk magang
disalah satu Sekolah Alam di Bali, di Bali yang kental dengan budaya yang
sangat berbeda dengan kampung halaman serta mayoritas agama yang berbeda menjadi
pengalaman yang sangat menarik selama enam bulan ini dan finally saya menjadi
seorang minoritas lagi, yeay!
Bagiku menjadi seorang minoritas
itu adalah hal yang luar biasa, kita menguji kembali prinsip diri sendiri,
sejauh apa mampu beradaptasi dengan lingkungan yang baru, menjadi minoritias artinya
belajar banyak hal dari kehidupan disekitar yang berbeda, menjadi minoritas
berarti waktunya untuk mengaplikasikan makna kehidupan “dimana langit dipijak disitu langit dijunjung”, menjadi minoritas
berarti kita harus mampu menahan hal-hal baru yang ada disekitar yang bergeser
dengan prinsip hidup yang dianut, menjadi minoritas juga berarti harus mampu
menghormati perbedaan orang-orang disekitar dengan cara yang baik.
Baiklah, kembali ke topik, “Agar
Engkau Mudah Dikenali Part 2”.
Dahulunya dulu sekali saya sering
berpikir, enak sekali ya bisa menjadi seorang laki-laki muslim, apabila laki-laki
muslim pergi keluar negeri atau ketempat dimana dia menjadi minoritas dia
kemungkinan besar tidak akan di bully,
dikarenakan identitas keagamaan yang dibawa tidak terlalu kelihatan seperti
wanita muslim yang selalu menggunakan jilbal. Tetapi sejauh ini ketika saya
menjadi minoritas baik disuatu tempat saya tidak diperlakukan dengan baik,
seperti berkah yang saya ceritakan pada blog saya yang berjudul “agar engkau
mudah dikenali part 1”.
Ketika siang itu, jam menunjukkan
pukul 12.25 WITA. Itu tandanya untuk makan siang bersama di Sekolah. Pada hari
itu menu makan siang tercium sangat lezat dan harum, ketika aku melihat
menunya, yeay! Ada sup panas yang tersaji dengan sangat lezatnya di atas meja,
dengan spontannya aku mengambil mangkok putih berisi sup itu, dan tiba tiba
seorang Ibu yang bekerja di dapur dengan cepat menegurku,
“eh eh yang kerudungan sini
sini..........ini yang ayam” sambil menunjuk ke arah ayam yang berada diatas
mangkok besar.
Sejenak aku terdiam, dengan langkah
gontai aku pergi menuju piring yang berisi ayam, dan dengan polosnya aku
bertanya “kok enggak boleh makan sup itu bu? Itu sup apa? “
“itu sup Babi!!” jawabnya tegas.
Lama aku terdiam dan rasa
kelezatan sup yang telah sampai kekerongkonganku langsung menghilang.
Yah...aku tidak tahu, benar-benar
tidak tahu, ya aku bersyukur dalam hati dan berterimakasih, untung saja aku
menggunakan jilbab, sehingga aku mudah dikenali oleh Ibu dapur bahwa aku
seorang muslim, sehingga iya bisa melarangku sebelum makanan tersebut masuk
kedalam perutku ini, hehehe.
Sedangkan di lain hal, ketika aku
mengambil makanan tersebut aku diikuti oleh temanku yang juga muslim, dia
laki-laki, sehingga otomatis tidak menggunakan jilbab, dan wajahnya sedikit
Chinese, tiba tiba dari belakang dia berkata “terimakasih Dian, untung aku
ikutin jejak kamu kalo enggak aku udah salah ambil makanan”. Dilain hal,
temanku yang juga muslim tapi tidak ada
identitas diri yang mewakilinya sangat rentan untuk salah makan ataupun salah
minum, karena Ibu dapur sulit mendeteksi keIslaman temanku ini dikarenakan
tidak berjilbab. Ya Alhamdulillah ku ucap syukur, aku yang dahulu berpikir
bahwa menggunakan jilbab membuat kita mudah menjadi sasaran yang ingin membuli
tapi ketika aku menjadi minoritas dan mampu menunjukkan identitas diri bahkan
sangat membantuku dalam kegiatan sehari-harinya.
No comments:
Post a Comment